Senin, 28 Desember 2020

MERDEKA BELAJAR, STRATEGI PENDIDIKAN ZAMAN NOW


MERDEKA BELAJAR, 
STRATEGI PENDIDIKAN ZAMAN NOW

Peristiwa Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu ditandai upacara penandatanganan di atas kapal perang USS Missouri di Teluk Tokyo, 2 September 1945. Menteri Luar Negeri Jepang Mamoru Shigemitsu menandatangani mewakili pemerintah Jepang. (Bettmann)


Saat  Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II tahun 1945, mencoba menghitung dan mengumpulkan berapa jumlah guru yang selamat pada saat itu. Malaysia pada awal kemerdekaannya banyak mendatangkan guru-guru dari Indonesia untuk mengajar rakyat mereka. Ternyata saat ini kedua negara itu telah menjadi macan baru Asia disebabkan kepedulian kedua negara tersebut terhadap pentingnya pendidikan.

 

Begitu pentingnya pendidikan sehingga banyak negara yang mengawali pembangunan negaranya dimulai dari  sistem pendidikan untuk menciptakan generasi terbaik yang menjaga keberlangsungan bangsanya. Bagaimana dengan Indonesia?

Ki Hadjar Dewantara 

Setiap 2 Mei kita memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Kita teringat sosok pahlawan pendidikan yaitu Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara. Beliau lahir 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Hardiknas ditetapkan pemerintah untuk memperingati kelahiran beliau.

Sebagai sosok yang peduli nasib bangsanya, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada 3 Juli 1922, sebuah lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi rakyat pribumi untuk memperoleh hak pendidikan seperti halnya anak bangsawan maupun orang-orang Belanda. Beliau mempunyai cita-cita mulia yakni semua rakyat bisa mengenyam manisnya pendidikan.

Anak sekolah di Padang, Sumatra Barat sedang meniti jembatan darurat

Kini setelah peringatan kemerdekaan negara Indonesia ke-75, apakah cita-cita Ki Hadjar Dewantara sudah terwujud? Mari kita lihat, pemerintah  telah menggratiskan biaya pendidikan bahkan telah memberikan dana operasional pendidikan bagi lembaga sekolah di Indonesia. Harapannya supaya pendidikan bisa diakses seluas-luasnya oleh masyarakat. Hal ini telah sesuai dengan amanat pembukaan undang-undang dasar 1945  yaitu mencerdaskan  kehidupan bangsa.


Terkait hal ini, inovasi dan pembaruan sistem pendidikan telah dilakukan pemerintah. Pada acara Rapat Koordinasi Bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jakarta 11 Desember 2019, Nadiem menjelaskan ada empat program pembelajaran nasional. Empat program itu sebagai kebijakan pendidikan nasional "Merdeka Belajar". 


Mendikbud Nadiem Makarim : Merdeka Belajar

Apa itu program "Merdeka Belajar"? Inilah penjelasan Mendikbud Nadiem:

1)  USBN diganti ujian (asesmen). Menurut Nadiem, saat ini USBN membatasi penerapan semangat UU Sisdiknas yang memberikan keleluasaan bagi sekolah menentukan kelulusan. Sesuai  arah kebijakan barunya, mulai tahun 2020 USBN akan diganti dengan ujian (asesmen) yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Nantinya, ujian dilakukan untuk menilai kompetensi siswa. Dimana ujian dalam bentuk tes tertulis dan atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif. Seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis dan sebagainya). Dengan begitu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar siswa. Bahkan diharapkan anggaran USBN dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran.


2) Ujian Nasional (UN) dihapus. Tahun 2020 adalah pelaksanaan UN yang terakhir, karena melihat saat ini materi UN terlalu padat sehingga siswa dan guru cenderung menguji penguasaan konten, bukan kompetensi penalaran. Disamping itu, UN dianggap jadi beban siswa, guru dan orangtua karena menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu. Sebagai penggantinya, pada 2021, akan dilaksanakan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen tersebut tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang diterapkan dalam ujian nasional selama ini, melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi. Asesmen ini dilakukan pada siswa di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11). Arah kebijakan baru ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS.


3)  RPP dipersingkat. Selama ini guru diarahkan mengikuti format RPP secara kaku. Sebelumnya format RPP terlalu banyak komponen dan guru diminta menulis sangat rinci (satu dokumen RPP bisa lebih 20 halaman). Nanti akan dipersingkat yakni RPP 1 halaman saja yang berisi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen. Sehingga penulisan RPP dilakukan secara efisien dan efektif yang menjadikan guru punya cukup waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajarannya.

4)  Zonasi PPDB lebih fleksibel. Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Adapun kebijakannya, PPDB lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Menurut Nadiem, komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Untuk jalur prestasi atau sisa 30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. "Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi," ujar Nadiem. 

   More read : https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/12/12591771/gebrakan-merdeka-belajar-berikut-4-penjelasan-mendikbud-nadiem?page=all.

Tahun 2020 adalah tahun dimana pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat diuji dengan merebaknya pandemi virus covid-19. Tidak hanya di Indonesia namun juga dialami di hampir semua negara di dunia ini.

Belajar di masa pandemi covid-19

Sektor pendidikan juga mengalami dampaknya, disamping secara ekonomi merupakan pukulan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Fokus penanganan pemerintah adalah antisipasi penyebaran dan pencegahan pandemi covid-19 di tengah-tengah masyarakat. Keselamatan peserta didik dan guru serta warga sekolah adalah prioritas utama. Sehingga strategi pembelajaran yang awalnya didominasi tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pemerintah, masyarakat dan para orang tua mulai menyesuaikan dengan pola baru pembelajaran yaitu secara daring atau dalam jaringan. Dimana pola daring begitu mengandalkan jaringan internet. Padahal kita ketahui di sebagian wilayah Indonesia terdapat blankspot jaringan atau terkendala perangkat dan infrastruktur. Belum lagi latar belakang ekonomi orang tua yang beragam, ada yang mampu menyediakan fasilitas belajar daring dan paket data, ada pula yang tidak mampu melengkapinya. Meskipun Kemdikbud meluncurkan  bantuan paket pulsa gratis bagi para pendidik (guru dan dosen) serta peserta didik dan mahasiswa selama 3 bulan (Oktober – Desember 2020) yang lalu.

Pertanyaannya seberapa efektifkah bantuan tersebut?, Apakah di masa pandemi merdeka belajar bisa dilaksanakan secara efektif?, Bagaimana upaya untuk meningkatkan pelayanan dan mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia?

Kita semua berharap meskipun pandemi covid-19 masih membayangi kehidupan bangsa Indonesia dan penduduk di dunia, namun upaya untuk memberikan pelayanan pendidikan terbaik untuk semua lapisan masyarakat harus tetap dilanjutkan.

Pelaksanaan dan pembenahan sistem pembelajaran apakah secara daring atau luring (tatap muka) terus diupayakan oleh pemerintah dan pihak terkait. Dalam hal ini persetujuan pemerintah daerah, kesiapan pihak sekolah dan guru serta kesediaan orangtua sebagai syarat penting diberlakukannya pembelajaran tatap muka (offline). 

Apapun bentuk dan strategi pelayanan pendidikan yang diberikan pemerintah hendaknya senafas dengan ide dan gagasan dari tokoh pendidikan nasional, Bapak Ki Hadjar Dewantara sehingga tujuan pendidikan untuk semua lapisan masyarakat dapat tercapai. 

 

Baca selanjutnya : Bantuan Paket Pulsa Gratis dari Kemdikbud, Efektifkah?



Mengenal PISA dan TIMSS yang menjadi acuan Mendikbud :

 

PISA (Programme for International Student Assessment) adalah studi internasional tentang prestasi literasi membacamatematika, dan sains siswa berusia 15 tahun. Metode penilaian internasional ini menjadi indikator untuk mengukur kompetensi siswa Indonesia di tingkat global. Penyelenggara studi ini adalah OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) beserta konsorsium internasional yang membidangi masalah Sampling, Instrumen, Data, Pelaporan, dan sekretariat. PISA merupakan studi yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali. PISA tidak hanya memberikan informasi tentang benchmark Internasional tetapi juga informasi mengenai kelemahan serta kekuatan siswa beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

 

The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) adalah penilaian internasional untuk pengetahuan matematika dan sains pada siswa kelas 4 dan 8 di seluruh dunia. TIMSS dikembangkan oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA) yang memungkinkan negara-negara yang berpartisipasi untuk membandingkan prestasi pendidikan siswa di seluruh dunia. TIMSS pertama kali dikelola pada tahun 1995 dan dilakukan setiap 4 tahun.








Kitaro_Caravansary





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  ADA SELEKSI SEKOLAH UNTUK IKUTI KURIKULUM PROTOTIPE Sekolah yang akan mengikuti Kurikulum Prototipe harus melewati seleksi. Penerapan k...