Sejumlah murid SD Negeri Kota Baru mengikuti Ujian Penilaian Akhir Sekolah di Bekasi, Jawa Barat, Senin (8/6/2021). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/wsj. |
Pemerintah semakin memantapkan pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) pada tahun ajaran baru 2021.
Terbaru, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Kementerian Agama meluncurkan panduan penyelenggaraan pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di masa pandemi pada 2 Juni 2021.
Mendikbudristek Nadiem Makarim menyatakan pembuatan pedoman adalah tindak lanjut dari Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri dalam pelaksanaan PTM. Nadiem kembali mengingatkan ada dampak buruk bila Indonesia tidak mulai menerapkan sekolah tatap muka.
“Kita juga perlu mengingat dampak jangka panjang dari risiko tersebut. Tentu ibu dan bapak sudah memahami bahwa masa depan Indonesia sangat tergantung pada SDM sehingga tidak ada tawar menawar untuk pendidikan terlepas dari situasi yang kita hadapi," kata Nadiem dalam konferensi pers daring.
Nadiem mengaku tidak sedikit orangtua masih khawatir untuk membolehkan anak sekolah, sementara sejumlah anak ingin sekolah tatap muka tetap besar.
Oleh karena itu, pemerintah memfokuskan vaksinasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan untuk menjaga sekolah bebas virus. Pemerintah juga menerbitkan panduan sebagai pedoman agar sekolah tetap sehat di masa pandemi.
“Kami berharap panduan ini dapat dipelajari dengan seksama dan diterapkan sebaik mungkin demi kebaikan kita semua," kata Nadiem.
Sudah Muncul Sejak Pertengahan 2020 Keinginan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka bukan barang baru di Indonesia.
Gagasan ini sebenarnya sudah muncul sejak pertengahan 2020 lalu ketika kasus COVID-19 baru dikenal.
Kala itu, Satgas hanya membolehkan pelaksanaan PTM pada daerah dengan zona hijau dan dengan tahapan.
Akan tetapi, pelaksanaan PTM di daerah ternyata tetap memicu kasus. Pada 2020, ada sejumlah insiden sekolah yang justru menjadi klaster penyebaran COVID-19.
Sebagai contoh, insiden 5 guru SD terpapar COVID-19 di Kulonprogo pada Desember 2020; belasan siswa dan guru SMP terpapar Corona di Jepara pada Desember 2020; 179 siswa SMK di Semarang terpapar COVID-19 pada Desember 2020; dan kasus 30 pegawai dan karyawan di MAN 22 Jakarta pada Desember 2020 yang berakhir penundaan pembagian raport menjadi Januari 2021.
Pandemi yang tidak kunjung berakhir, apalagi kasus COVID-19 di Indonesia meningkat lagi di sejumlah daerah, membuat sejumlah pihak menyoroti soal rencana PTM pada tahun ajaran baru 2021.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku kenaikan kasus bersamaan pelaksanaan tatap muka menjadi perhatian Presiden Joko Widodo.
Jokowi meminta pelaksanaan sekolah tatap muka secara hati-hati.
“Bapak Presiden tadi mengarahkan, pendidikan tatap muka yang nanti akan dimulai itu harus dijalankan dengan ekstra hati-hati," kata Budi, Senin (7/6/2021).
Budi pun mengatakan, pemerintah akhirnya menyepakati penerapan PTM berlangsung terbatas yakni dengan 25 persen dari total murid sekolah.
Pembelajaran tatap muka dilaksanakan 2 kali dalam seminggu dengan rentang waktu maksimal hanya 2 jam.
Kesalahan yang Selalu Terulang Satgas Minta Daerah Berlomba Perbaiki Data Corona untuk Akurasi PTM Bisa Dilaksanakan dengan Catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai pembelajaran tatap muka bisa dilaksanakan daerah pada Juli 2021, tetapi mereka meminta agar pembukaan sekolah harus melihat kondisi perkembangan kasus COVID-19 di daerah.
“Ketika membuka madrasah atau sekolah tatap muka, maka positivity rate COVID-19 di daerah tersebut menjadi pertimbangan utama," ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam diskusi daring pada Senin lalu.
Retno menuturkan, sekolah-sekolah saat ini diklaim sudah siap menjalankan PTM.
Ia mengacu pada hasil riset PTM KPAI sejak Januari-Juni 2021 yang menyasar 42 sekolah di kabupaten/kota pada 7 provinsi.
Hasil riset KPAI menyimpulkan sekitar 79,54 persen sekolah siap PTM. Angka ini lebih tinggi dibandingkan hasil riset pada 2020 di 49 sekolah pada 21 kabupaten kota dan 9 provinsi yang menyatakan hanya 16,7 persen sekolah siap PTM.
Retno berharap, pihak sekolah tidak sekadar mengandalkan vaksinasi pemerintah. Sekolah harus menyiapkan infrastruktur protokol kesehatan dan menerapkan saat pelaksanaan PKM berlangsung.
Di sisi lain, sekolah harus bisa mendapat akses fasilitas kesehatan terdekat ketika ada masalah kesehatan.
Co-Founder Kawal Covid-19 Elina Ciptadi menambahkan, angka kasus kematian di daerah juga mesti menjadi patokan pelaksanaan pembelajaran tatap muka.
Ia mencontohkan, daerah dengan angka kematian 1 persen diperbolehkan menjalankan PTM. Namun, Elina mengimbau agar pihak sekolah tidak terkecoh oleh warna pada peta kasus.
Ia beralasan, data dalam peta COVID-19 terkadang tidak menunjukkan fakta di lapangan.
“Semuanya relatif tergantung bagaimana daerah mengendalikan pandemi.
Prokes harus dibuat sedemikian ketat," kata dia.
Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbud-Ristek Mulyatsyah berharap sekolah dan pemda saling kerja sama menyelesaikan daftar periksa.
Pihak sekolah diharapkan jujur mengisi daftar tersebut sebagai acuan pelaksanaan PTM.
Pemda diharapkan tidak hanya menerima, tapi juga memeriksa kembali berkas sekolah. “Jadi validasi ini kata kuncinya.
Jangan setor data saja. Kami harapkan sekolah juga tidak memanipulasi, karena takut dengan dinas," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
A Flourish chart Baca juga: 2.430 Anak di Bangka Belitung Tercatat Positif COVID-19 Sekolah Tatap Muka, KPAI: Pemda Harus Terbuka soal Data COVID-19 Kepala Biro Humas dan Kerja sama Kemendikbud-Ristek Hendarman menerangkan, pelaksanaan PTM baru bisa dilakukan jika memenuhi syarat sesuai SKB 4 menteri.
Selain itu, ada syarat spesifik seperti kewajiban vaksinasi bagi pendidik, tenaga kependidikan dan wajib menerapkan protokol kesehatan.
Ia pun menuturkan, pemerintah punya alasan kenapa mendorong PTM di tengah pandemi. “Pertimbangan utamanya adalah keselamatan, kesehatan lahir dan batin peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan serta upaya mengurangi dampak negatif pandemi terhadap psikologi perkembangan anak dan learning loss," kata Hendarman kepada reporter Tirto, Selasa (8/6/2021).
Hendarman mengingatkan PTM terbatas tidak seperti sekolah pada umumnya. Pelaksanaan pun tidak serentak dan diwajibkan pemerintah pusat.
Pemda juga mempunyai wewenang penuh untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka atau tidak.
“Pemda berwenang menghentikan PTM Terbatas dan menutup sekolah jika terdapat kasus Covid-19 di sekolah.
Kemudian menindaklanjuti dengan protokol testing, tracing, dan treatment (3T) sesuai prosedur yang berlaku," kata Hendarman.
Hendarman mengatakan, peran kepala sekolah penting karena wajib mengedukasi perubahan perilaku pelajar agar menerapkan prokes.
Kepala sekolah bersama pihak pemda juga harus memantau dan mengawasi pelaksanaan PTM.
Ia mengingatkan, orangtua juga memiliki peran untuk pembelajaran tatap muka atau tetap menjalankan pembelajaran jarak jauh.
Sekolah harus mengakomodir pilihan PTM maupun PJJ, kata dia. “Orang tua/wali dapat memilih bagi anaknya untuk melakukan PTM terbatas atau tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Karena PTM hanya dilakukan terbatas, secara otomatis PJJ juga menjadi opsi pembelajaran yang dapat terus dilakukan/disediakan oleh sekolah," kata Hendarman.