Selamat Idul Adha 1433 H
Kamis, 25 Oktober 2012
Siang ini, 9 Zuluhijjah 1433 Hijriah
atau 25 Oktober 2012, lebih dua juta umat Islam melaksanakan wukuf di Padang
Arafah, sebelah timur, Kota Mekkah, Saudi Arabia. Para ulama menjelaskan bahwa
Wukuf merupakan inti atau puncak ibadah haji.
Saat wukuf pula para kaum muslim yang berkesempatan berada di Padang Arafah akan berserah diri kepada Allah Swt. Sebab, Allah sangat memuliakan hari wukuf di Arafah. Hari itu, Allah mendekat sedekat-dekatnya kepada orang-orang yang wukuf di Arafah.
Rasullullah dalam satu sabdanya mengatakan, “Di antara berbagai jenis dosa, ada dosa yang tidak akan tertebus kecuali dengan melakukan wukuf di Arafah.” Makanya, kita yang belum berkesempatan atau belum mendapat panggilan Allah untuk berwukuf, marilah tak henti-hentinya beribadah dengan harapan memperoleh kesempatan terbaik itu.
Di pihak lain, karena kita tidak berada di Arah pada hari ini, maka marilah besok pada 10 Zulhijjah 1433 Hijriah atau 26 Oktboer 2012 merayakan Hari Raya Idhul Adha secara khidmat. Sebab, pada hari itu terdapat suatu kegiatan yakni penyembelihan hewan ternak (kurban) dengan tujuan mendapatkan ridha Allah Swt.
Berkurban dibutuhkan keikhlasan. Karena kurban merupakan pencerah jiwa karena dengan berkurban berarti jiwa kita terhubung dengan ketaqwaan kepada Allah SWT;
Labih dari itu, kurban juga mempererat tali persaudaraan kepada sesama manusia serta sikap solidaritas yang tinggi. Dan, kurban juga memperkuat keteguhan hati dan jiwa dalam diri kita.
Tidak kalah penting tujuan kurban adalah untuk menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas sosial dengan sesama kaum muslimin. Dengan kurban, diharapkan dapat menjembatani kesenjangan sosial antara yang mampu dengan tidak mampu.
Dengan demikian kian jelas bahwa kurban tidak sekadar memiliki dimensi religius, yang menghubungkan umat dengan Allah Swt. Kurban juga bukan sekadar ritus penyembelihan binatang dan aktivitas membagikan daging hewan kepada mereka yang tidak mampu. Tapi, kurban juga memiliki dimensi sosial.
Para ulama dan cendikiawan muslim mengingatkan, dalam konteks kekinian, Idul Adha mengandung sifat memanusiakan manusia. Implemetasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah rela berkorban, rela berbagi rata dan rasa sesama muslim, terutama kepada kaum miskin, orang-orang telantar dan orang-orang lapar. Sedangkan relevansi keibadatannya adalah persamaan hak, harkat, dan martabat kemanusiaan, solidaritas, dan kesetiakawanan sosial.
Pemaknaan seperti itu semakin menjadi penting manakala manusia dihadapkan pada perilaku kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dalam kasus keindonesiaan, betapa mirisnya hati kita ketika menyaksikan masih banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Masih banyak orang-orang yang menganggur, masih banyak anak-anak yang kekurangan gizi dan bahkan masih ada yang kelaparan, masih banyak anak dan orang-orang telantar. Dalam prinsip pengentasan kemiskinan itulah seharusnya peringatan Idul Adha kita maknakan.
Saat wukuf pula para kaum muslim yang berkesempatan berada di Padang Arafah akan berserah diri kepada Allah Swt. Sebab, Allah sangat memuliakan hari wukuf di Arafah. Hari itu, Allah mendekat sedekat-dekatnya kepada orang-orang yang wukuf di Arafah.
Rasullullah dalam satu sabdanya mengatakan, “Di antara berbagai jenis dosa, ada dosa yang tidak akan tertebus kecuali dengan melakukan wukuf di Arafah.” Makanya, kita yang belum berkesempatan atau belum mendapat panggilan Allah untuk berwukuf, marilah tak henti-hentinya beribadah dengan harapan memperoleh kesempatan terbaik itu.
Di pihak lain, karena kita tidak berada di Arah pada hari ini, maka marilah besok pada 10 Zulhijjah 1433 Hijriah atau 26 Oktboer 2012 merayakan Hari Raya Idhul Adha secara khidmat. Sebab, pada hari itu terdapat suatu kegiatan yakni penyembelihan hewan ternak (kurban) dengan tujuan mendapatkan ridha Allah Swt.
Berkurban dibutuhkan keikhlasan. Karena kurban merupakan pencerah jiwa karena dengan berkurban berarti jiwa kita terhubung dengan ketaqwaan kepada Allah SWT;
Labih dari itu, kurban juga mempererat tali persaudaraan kepada sesama manusia serta sikap solidaritas yang tinggi. Dan, kurban juga memperkuat keteguhan hati dan jiwa dalam diri kita.
Tidak kalah penting tujuan kurban adalah untuk menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas sosial dengan sesama kaum muslimin. Dengan kurban, diharapkan dapat menjembatani kesenjangan sosial antara yang mampu dengan tidak mampu.
Dengan demikian kian jelas bahwa kurban tidak sekadar memiliki dimensi religius, yang menghubungkan umat dengan Allah Swt. Kurban juga bukan sekadar ritus penyembelihan binatang dan aktivitas membagikan daging hewan kepada mereka yang tidak mampu. Tapi, kurban juga memiliki dimensi sosial.
Para ulama dan cendikiawan muslim mengingatkan, dalam konteks kekinian, Idul Adha mengandung sifat memanusiakan manusia. Implemetasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah rela berkorban, rela berbagi rata dan rasa sesama muslim, terutama kepada kaum miskin, orang-orang telantar dan orang-orang lapar. Sedangkan relevansi keibadatannya adalah persamaan hak, harkat, dan martabat kemanusiaan, solidaritas, dan kesetiakawanan sosial.
Pemaknaan seperti itu semakin menjadi penting manakala manusia dihadapkan pada perilaku kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dalam kasus keindonesiaan, betapa mirisnya hati kita ketika menyaksikan masih banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Masih banyak orang-orang yang menganggur, masih banyak anak-anak yang kekurangan gizi dan bahkan masih ada yang kelaparan, masih banyak anak dan orang-orang telantar. Dalam prinsip pengentasan kemiskinan itulah seharusnya peringatan Idul Adha kita maknakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar