Saat Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia
II tahun 1945, mencoba menghitung dan mengumpulkan berapa jumlah guru yang selamat pada saat
itu. Malaysia pada awal kemerdekaannya banyak mendatangkan guru-guru dari Indonesia
untuk mengajar rakyat mereka. Ternyata saat ini kedua negara itu telah
menjadi macan baru Asia disebabkan kepedulian kedua negara tersebut terhadap
pentingnya pendidikan.
Begitu pentingnya pendidikan sehingga banyak negara yang mengawali pembangunan negaranya dimulai dari sistem pendidikan untuk menciptakan generasi terbaik yang menjaga keberlangsungan bangsanya. Bagaimana dengan Indonesia?
Ki Hadjar Dewantara |
Setiap 2 Mei kita
memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Kita teringat sosok pahlawan
pendidikan yaitu Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara.
Beliau lahir 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Hardiknas ditetapkan pemerintah untuk
memperingati kelahiran beliau.
Sebagai sosok yang peduli
nasib bangsanya, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada 3
Juli 1922, sebuah lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi rakyat
pribumi untuk memperoleh hak pendidikan seperti halnya anak bangsawan maupun
orang-orang Belanda. Beliau mempunyai cita-cita mulia yakni semua rakyat bisa mengenyam
manisnya pendidikan.
Anak sekolah di Padang, Sumatra Barat sedang meniti jembatan darurat |
Kini setelah peringatan kemerdekaan negara Indonesia ke-75, apakah cita-cita Ki Hadjar Dewantara sudah terwujud? Mari kita lihat, pemerintah telah menggratiskan biaya pendidikan bahkan telah memberikan dana operasional pendidikan bagi lembaga sekolah di Indonesia. Harapannya supaya pendidikan bisa diakses seluas-luasnya oleh masyarakat. Hal ini telah sesuai dengan amanat pembukaan undang-undang dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terkait hal ini, inovasi dan pembaruan sistem pendidikan telah dilakukan pemerintah. Pada acara Rapat Koordinasi Bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jakarta 11 Desember 2019, Nadiem menjelaskan ada empat program pembelajaran nasional. Empat program itu sebagai kebijakan pendidikan nasional "Merdeka Belajar".
Mendikbud Nadiem Makarim : Merdeka Belajar |
Apa itu program
"Merdeka Belajar"? Inilah penjelasan Mendikbud Nadiem:
1) USBN diganti ujian (asesmen). Menurut Nadiem, saat ini USBN membatasi penerapan semangat UU Sisdiknas yang memberikan keleluasaan bagi sekolah menentukan kelulusan. Sesuai arah kebijakan barunya, mulai tahun 2020 USBN akan diganti dengan ujian (asesmen) yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Nantinya, ujian dilakukan untuk menilai kompetensi siswa. Dimana ujian dalam bentuk tes tertulis dan atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif. Seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis dan sebagainya). Dengan begitu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar siswa. Bahkan diharapkan anggaran USBN dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
2) Ujian Nasional (UN) dihapus. Tahun 2020 adalah pelaksanaan UN yang terakhir, karena melihat saat ini materi UN terlalu padat sehingga siswa dan guru cenderung menguji penguasaan konten, bukan kompetensi penalaran. Disamping itu, UN dianggap jadi beban siswa, guru dan orangtua karena menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu. Sebagai penggantinya, pada 2021, akan dilaksanakan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen tersebut tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang diterapkan dalam ujian nasional selama ini, melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi. Asesmen ini dilakukan pada siswa di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11). Arah kebijakan baru ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS.
3) RPP dipersingkat. Selama ini guru diarahkan mengikuti format RPP secara kaku. Sebelumnya
format RPP terlalu banyak komponen dan guru diminta menulis sangat rinci (satu
dokumen RPP bisa lebih 20 halaman). Nanti akan dipersingkat yakni RPP 1 halaman
saja yang berisi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen. Sehingga
penulisan RPP dilakukan secara efisien dan efektif yang menjadikan guru punya cukup
waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajarannya.
4) Zonasi PPDB lebih fleksibel. Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi
dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Adapun kebijakannya, PPDB lebih
fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai
daerah. Menurut Nadiem, komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa
minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan
maksimal 5 persen. Untuk jalur prestasi atau sisa 30 persen lainnya disesuaikan
dengan kondisi daerah. "Daerah berwenang menentukan proporsi final dan
menetapkan wilayah zonasi," ujar Nadiem.
Tahun 2020 adalah tahun dimana pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat diuji dengan merebaknya pandemi virus covid-19. Tidak hanya di Indonesia namun juga dialami di hampir semua negara di dunia ini.
Belajar di masa pandemi covid-19 |
Sektor pendidikan juga
mengalami dampaknya, disamping secara ekonomi merupakan pukulan dengan
melambatnya pertumbuhan ekonomi. Fokus penanganan pemerintah adalah antisipasi
penyebaran dan pencegahan pandemi covid-19 di tengah-tengah masyarakat. Keselamatan
peserta didik dan guru serta warga sekolah adalah prioritas utama. Sehingga strategi
pembelajaran yang awalnya didominasi tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh
(PJJ). Pemerintah, masyarakat dan para orang tua mulai menyesuaikan dengan pola
baru pembelajaran yaitu secara daring atau dalam jaringan. Dimana pola daring
begitu mengandalkan jaringan internet. Padahal kita ketahui di sebagian wilayah
Indonesia terdapat blankspot jaringan atau terkendala perangkat dan infrastruktur. Belum
lagi latar belakang ekonomi orang tua yang beragam, ada yang mampu menyediakan
fasilitas belajar daring dan paket data, ada pula yang tidak mampu melengkapinya.
Meskipun Kemdikbud meluncurkan bantuan
paket pulsa gratis bagi para pendidik (guru dan dosen) serta peserta didik dan mahasiswa selama 3 bulan (Oktober – Desember 2020) yang lalu.
Pertanyaannya seberapa
efektifkah bantuan tersebut?, Apakah di masa pandemi merdeka belajar bisa dilaksanakan secara efektif?, Bagaimana upaya untuk meningkatkan pelayanan dan mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia?
Kita semua berharap meskipun
pandemi covid-19 masih membayangi kehidupan bangsa Indonesia dan penduduk di
dunia, namun upaya untuk memberikan pelayanan pendidikan terbaik untuk semua lapisan
masyarakat harus tetap dilanjutkan.
Pelaksanaan dan pembenahan sistem pembelajaran apakah secara daring atau luring (tatap muka) terus diupayakan oleh pemerintah dan pihak terkait. Dalam hal ini persetujuan pemerintah daerah, kesiapan pihak sekolah dan guru serta kesediaan orangtua sebagai syarat penting diberlakukannya pembelajaran tatap muka (offline).
Apapun bentuk dan strategi pelayanan pendidikan yang diberikan pemerintah hendaknya senafas dengan ide dan gagasan dari tokoh pendidikan nasional, Bapak Ki Hadjar Dewantara sehingga tujuan pendidikan untuk semua lapisan masyarakat dapat tercapai.
Baca selanjutnya : Bantuan Paket Pulsa Gratis dari Kemdikbud, Efektifkah?
Mengenal PISA dan TIMSS yang menjadi acuan
Mendikbud :
PISA (Programme for
International Student Assessment) adalah studi internasional
tentang prestasi literasi membaca, matematika,
dan sains siswa berusia 15 tahun.
Metode penilaian internasional ini menjadi indikator untuk
mengukur kompetensi siswa Indonesia di tingkat global. Penyelenggara studi ini adalah OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development)
beserta konsorsium internasional yang membidangi masalah Sampling, Instrumen,
Data, Pelaporan, dan sekretariat. PISA merupakan studi yang
diselenggarakan setiap tiga tahun sekali. PISA tidak hanya memberikan
informasi tentang benchmark Internasional tetapi juga informasi mengenai
kelemahan serta kekuatan siswa beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
The Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) adalah penilaian internasional untuk
pengetahuan matematika dan sains pada siswa kelas 4 dan 8 di seluruh dunia.
TIMSS dikembangkan oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi
Pendidikan (IEA) yang memungkinkan negara-negara yang berpartisipasi untuk
membandingkan prestasi pendidikan siswa di seluruh dunia. TIMSS pertama kali
dikelola pada tahun 1995 dan dilakukan setiap 4 tahun.